Azas Cabotage Bisa Mengganggu Produksi Minyak dan Gas
Produksi minyak dan gas Indonesia dapat menurun sekitar 196 juta barel setara minyak tahun ini jika pemerintah tetap memberlakukan undang-undang yang mengharuskan perusahaan untuk mengoperasikan kapal-kapal berbendera Indonesia saja, seorang ahli mengatakan.
Wakil Ketua Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan kepada DPR Komisi V yang mengawasi transportasi bahwa DPR harus mempertimbangkan untuk memberikan dispensasi kepada beberapa jenis kapal khusus yang digunakan dalam industri minyak dan gas dari azas cabotage.
"Negara ini juga bisa kehilangan investasi sebesar USD 13 miliar per tahun jika azas cabotage ini diterapkan," kata Sammy pada hari Kamis di kompleks DPR Jakarta.
Azas cabotage telah mulai menghambat kegiatan eksplorasi dan produksi perusahaan minyak dan gas, terutama empat produsen utama - Chevron, ConocoPhillips, Total E&P Indonesie dan ExxonMobil.
UU Pelayaran tahun 2008 mewajibkan seluruh kapal yang beroperasi di perairan Indonesia untuk berbendera Indonesia.
UU untuk bisnis pelayaran umum telah diterapkan awal tahun ini, dan akan diperluas hingga mencakup sektor minyak dan gas pada tanggal 7 Mei 2011.
Sammy mengatakan bahwa beberapa jenis kapal, termasuk jack-up rig, submersible rig, drills rig, cable-pipe laying dan kapal seismik tidak tersedia di negara ini.
Kapal-kapal tersebut juga sangat terbatas jumlahnya di seluruh dunia dan tidak ada perusahaan pelayaran Indonesia yang memiliki kapal ini karena harganya yang sangat mahal, ia menambahkan.
Dia mengatakan bahwa IPA sepenuhnya mendukung UU tahun 2008 tentang pelayaran yang bertujuan untuk memberdayakan industri pelayaran nasional. Namun ia mengatakan kepada DPR bahwa perusahaan pelayaran nasional belum mampu untuk menyediakan seluruh kapal yang dibutuhkan dalam industri minyak dan gas.
"Beberapa negara lain, seperti Cina, Australia, India, Brasil dan Amerika Serikat juga menerapkan azas cabotage, tetapi mereka memahami kekhususan industri minyak dan gas bumi, sehingga mereka memberikan dispensasi kepada beberapa jenis kapal dari azas cabotage tersebut, "kata Sammy.
Menurut BPMIGAS, per Maret 2010, 88% atau 468 kapal yang digunakan pada industri minyak dan gas adalah milik dalam negeri, dan 12% sisanya atau 63 kapal dimiliki oleh perusahaan pelayaran asing.
Juru bicara BPMIGAS Gde Pradnyana mengatakan bahwa azas cabotage akan menjadi kontraproduktif bagi tujuan negara untuk meningkatkan produksi minyak ke 970.000 barel minyak per hari pada tahun 2011 dari 954.000 bopd tahun lalu.
"Tapi, kami akan mematuhi apa pun yang pemerintah dan DPR putuskan mengenai permasalahan ini karena kita hanyalah badan pengawas," katanya kepada wartawan dalam sebuah wawancara telepon.
Sammy merekomendasikan bahwa jika DPR tidak ingin mengubah UU, DPR bisa menerbitkan peraturan terpisah yang memungkinkan perusahaan asing untuk menyediakan beberapa jenis kapal yang tidak dapat disediakan oleh perusahaan pelayaran lokal.
"Jika pemerintah terus maju dengan rencana penerapan azas cabotage tanggal 7 Mei, kita harus menutup beberapa lapangan karena tidak tersedianya kapal," katanya.