DPR Memberikan Dispensasi Kepada Kapal Asing
Setelah bertahun-tahun ditunda dan diperdebatkan secara hukum, pemerintah dan anggota parlemen sepakat pada hari Kamis untuk memberikan pengecualian bagi kapal di industri minyak dan gas dari prinsip cabotage.
Pemerintah dan DPR Komisi V, yang membawahi soal transportasi, mengadakan pertemuan pada hari Kamis. Mereka telah mendengar konsekuensi bila kapal asing dipaksa untuk berbendera Indonesia agar dapat beroperasi di perairan negara, yang akan merugikan produksi minyak dan gas dan akan mengusir para investor.
Ketua Komisi Soepredjo Yasti Mokoagow mengatakan Departemen Perhubungan harus menerbitkan peraturan khusus pada tanggal 7 April untuk mengakomodasi kapal-kapal khusus asing yang melayani aktivitas minyak dan gas di lepas pantai Indonesia. Dia juga mengatakan bahwa komisi juga sedang mempertimbangkan apakah akan mengubah undang-undang 2008 tentang pelayaran atau tidak.
Johnson W. Sutjipto, Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA), mengatakan, kapal berbendera asing yang akan dikecualikan dari aturan cabotage adalah kapal-kapal yang terlibat dalam aktivitas seismik, pengeboran dan kegiatan konstruksi lepas pantai di sektor minyak dan gas. Pemilik kapal Indonesia tidak terlibat dalam kegiatan tersebut, katanya, karena biaya investasi yang tinggi dan kontrak yang pendek.
"Kami tidak menentang mereka yang beroperasi di Indonesia. Kami membutuhkan mereka, "katanya. "INSA menyediakan kapal pendukung untuk kegiatan-kegiatan di atas, oleh karena itu tanpa mereka, pendapatan kami akan berkurang."
Johnson mengatakan ia tidak keberatan bila UU Cabotage akan direvisi, asalkan spirit untuk melindungi industri pelayaran dalam negeri tetap dijaga.
Dia mengatakan bahwa jumlah kapal kargo dan transportasi yang beroperasi di perairan Indonesia telah naik 66 persen menjadi 10.000 kapal dalam jangka lima tahun terakhir. Kapal-kapal tersebut mengangkut penumpang domestik maupun beroperasi sebagai kapal kargo untuk barang dan mineral serta minyak dan gas.
Indonesia memberlakukan azas cabotage pada tahun 2005, namun penegakannya ditunda selama bertahun-tahun. Undang-undang mengharuskan semua kapal yang beroperasi di perairan negara untuk mendaftar sebagai kapal berbendera Indonesia. Hal ini mengharuskan rig minyak dan gas untuk mendaftar disini karena mereka diklasifikasikan sebagai galangan kapal asing.
UU mengatakan bahwa hanya kapal-kapal yang terdaftar di Indonesia yang dapat mengangkut penumpang atau kargo di perairan Indonesia, termasuk antar pelabuhan di Indonesia. Kapal asing harus mendaftar paling lambat tanggal 7 Mei.
Para Menteri dan pelaku industri telah memperingatkan pemerintah akan konsekuensi jika cabotage diterapkan untuk semua kapal. Evita Legowo, Direktur Jenderal Departemen Energi untuk minyak dan gas, mengatakan kepada Komisi V pekan lalu bahwa Indonesia akan kehilangan $7 miliar dalam bentuk produksi minyak dan gas jika UU tersebut tetap dilaksanakan.
Sammy Hamzah, Wakil Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia, mengatakan UU tersebut dapat menyebabkan potensi kerugian kepada negara sekitar 200 juta barel minyak dan lebih dari $ 13 miliar investasi.