Investor butuh kepastian arah revisi UU Migas
Jakarta - Asosiasi Perminyakan Indonesia (Indonesian Petroleum Association/IPA) berharap proses revisi Undang-Undang No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi (migas) segera dituntaskan sehingga tidak menahan langkah investor berinvestasi.
Wakil Presiden IPA Sammy Hamzah menilai pada dasarnya dari segi hulu, revisi UU Migas itu tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan produksi migas. Akan tetapi, investor migas sangat mengkhawatirkan tidak adanya kepastian dalam berusaha.
"Kalau memang maunya amendemen (UU Migas), tentunya dengan prosedur yang baik dan disegerakan supaya ada kejelasan," kata dia kemarin.
Hingga kini, ujar Sammy, investor belum berani mengambil sikap atau masih ”wait and see” dalam kegiatan hulu migas atas rencana revisi UU Migas.
Menurut dia, kalaupun UU Migas harus diamendemen, upaya itu perlu merefleksikan kepastian kegiatan migas, kontrak, approval, kejelasan perizinan, dan transparansi perpanjangan kontrak kerja sama migas.
Sammy mengungkapkan pada dasarnya IPA meyakini iklim usaha migas dapat diperbaiki tanpa merevisi UU No. 22/2001. Dia menyebut upaya itu di antaranya dengan menetapkan peraturan pelaksanaan yang memuat berbagai kebijakan iklim yang lebih kondusif bagi industri.
Akan tetapi, mengingat sudah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperbaiki beberapa pasal dalam UU Migas tersebut, IPA berharap revisi tersebut bisa segera diselesaikan.
"Yang diinginkan investor kan adalah penyesuaian seperti yang diamanahkan oleh MK dan beberapa pasal yang bertentang dengan UU lain serta kontrak yang dipegang investor," tutur dia.
Perubahan Drastis
Sammy yang juga Ketua Komite Tetap Bidang Migas Kadin menambahkan revisi UU Migas tidak perlu melakukan perubahan besar-besaran, seperti mempertanyakan kembali keberadaan BP Migas dan BPH Migas. Dia menilai upaya tersebut sudah termasuk perubahan yang sangat drastis.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo mengatakan hingga kini pemerintah masih dalam proses mendengarkan masukan dari para stakeholder terkait rencana revisi UU Migas tersebut.
"Kalau sudah terkumpul, Kementerian ESDM akan melakukan diskusi internal. Jadi kami menunggu dari stakeholder dulu." tutur Evita.
Anggota Komisi VII DPR Romahurmuziy mengatakan sejumlah perbaikan mendasar UU Migas a.l. perubahan peraturan perpajakan perusahaan migas. Bila sebelumnya pajak dikenakan sejak masa eksplorasi, untuk revisi diusulkan agar setelah perusahaan berproduksi.
"Yang paling penting itu kalau revisi, kejelasan soal ketentuan pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO), kuasa pertambangan, pengembalian penentuan harga gas dan BBM oleh pemerintah, dan perpajangan kontrak bagi hasil migas." tutur Romahurmuziy
Pengamat migas Institut Teknologi Bandung Rudi Rubiandini yang juga staf ahli Menteri ESDM sebelumnya berpendapat rencana revisi UU Migas tersebut berisiko menghambat investasi dan memberikan biaya tambahan di sektor tersebut.