RUU Pengadaan Lahan Berpotensi Hambat Aktivitas Minyak dan Gas
Jakarta (IFT) – Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (IPA) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan yang sedang digodok Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat berpotensi menghambat kegiatan eksplorasi maupun produksi migas nasional, menurut pengurus Asosiasi. Apalagi, RUU itu memasukan klausul setiap pengadaan tanah, termasuk ekplorasi dan produksi migas, harus dimasukan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional terlebih dahulu.
Sammy Hamzah, Vice President Asosiasi, mengatakan tanpa peraturan pengadaan tanah itu pun proses perizinan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas saat ini sangat lamban. Dia mencontohkan, banyak regulasi yang kontraktor kontrak kerja sama migas untuk melewati proses perizinan dan birokrasi, baik terkait kehutanan, penggunaan lahan dan lain-lain.
“Kami meminta ke pemerintah, kalau benar-benar mau mengatasi segala permasalahan itu, beri kami (kontraktor) kebebasan. Kalau perlu, gunakan beberapa perusahaan sebagai kelinci percobaan untuk eksekusinya dan lihat bagaimana jadinya,” ujarnya kepada IFT.
Bobby Aditya Rizaldhi, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, menilai RUU Pengadaan Tanah akan memperlambat pengerjaan proyek migas. Pengesahan RUU Pengadaan Tanah menjadi Undang-Undang bahkan dikhawatirkan membuat durasi waktu kegiatan eksplorasi hingga ke proses produksi migas akan semakin lama.
Saat ini pengadaan tanah untuk kepentingan eksplorasi dan produksi dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama bersama Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), setelah mendapatkan persetujuan izin lokasi dan pemerintah daerah.
Gde Pradnyana, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas, sebelumnya menilai, RUU Pengadaan Tanah akan menghambat kegiatan eksplorasi dan produksi migas karena untuk memasukan proyek dalam RPJMN membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua tahun. Sementara masa eksplorasi yang diberikan pemerintah ke kontraktor sekitar tiga tahun. “Setelah survey seismic, kontraktor biasanya mau mengebor sumur, tapi untuk proses masuk ke RPJMN itu dua tahun. Kalau menunggu itu, nanti keburu habis masa eksplorasinya,” ungkap dia.