Paradigma Migas Berubah, Pemerintah Mesti Berbenah
Setelah 100 tahun menggarap eksplorasi migas di wilayah barat, kini saatnya wilayah timur harus menjadi fokus pemerintah.
SEKTOR hulu minyak bumi dan gas (migas) nasional ditengarai mulai mengalami perubahan paradigma dengan kecenderungan peningkatan produksi gas dan eksplorasi ke wilayah Indonesia timur.
Karena itu, pemerintah diminta menerapkan kebijakan yang sesuai dengan paradigma baru.
Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Rudi Rubiandini menyampaikan, saat ini yang terjadi produksi minyak stagnan, sedangkan produksi gas meningkat. Dalam catatan dia, produksi gas naik 7% per tahun dalam tiga tahun terakhir.
“Kecenderungan minyak turun, tapi gasnya naik. Terjadi perubahan paradigma dari era minyak menjadi era gas,” ujarnya dalam diskusi publik tentang energi dan sumber daya alam di Jakarta, kemarin.
Sebagai antisipasinya, Rudi mengungkapkan pemerintah harus menerapkan kebijakan yang sesuai dengan perubahan paradigma tersebut. Terutama yang ia garis bawahi ialah penyiapan infrastruktur.
Rudi menilai perlu ada percepatan pembangunan floating storage and regasification unit (unit regasiï¬ kasi dan penyimpanan gas terapung/FSRU) dan penyiapan Badan Urusan Logistik (Bulog) khusus gas. Bulog gas itu nantinya bertugas mencari dan menimbun cadangan gas bagi kebutuhan nasional.
“FSRU harus disiapkan. Tidak peduli gasnya ada atau tidak, yang penting bikin dulu.” Hal yang sama juga di ingatkan pengamat energi Kurtubi. Menurutnya, pemerintah mesti segera membangun infrastruktur gas di Indonesia.
“Pembangunan infrastruktur tidak hanya FSRU, tapi juga memperbanyak pipa-pipa penyaluran gas,” bebernya.
wilayah eksplorasi. Jika sebelumnya eksplorasi dominan dilakukan di Indonesia barat, ke depan akan bergeser ke wilayah timur. “Kita 100 tahun mengelola eksplorasi di barat, kini saatnya timur harus digarap,” tutur Rudi.
Persoalannya eksplorasi migas di Indonesia timur dinilai lebih sulit dan memakan biaya besar ketimbang eksplorasi di wilayah barat karena lebih fokus pada laut dalam dan daerah terpencil (frontier).
Dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, investasi yang dibutuhkan pun akan lebih besar. “Sangat mungkin pemerintah terpaksa meng undang investor asing,” tukasnya.
Wakil Presiden Indonesian Petroleum Association Sammy Hamzah menyebut investasi eksplorasi migas di Indonesia
timur diperkirakan lebih mahal 10-20 kali lipat ketimbang eksplorasi di Indonesia barat. Namun sebagai solusi, ia kurang setuju jika pemerintah mengandalkan investor asing.
Ia lebih memilih strategi penguatan BUMN migas, PT Pertamina, untuk menghadapi kondisi itu. “Pertamina jangan lagi mengurus lapangan migas yang marginal, tetapi disiapkan sesuai peta migas ke depan dengan wilayah eksplorasi laut dalam,“ tutur Sammy.
Di sisi lain, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan pemerintah masih perlu mendorong iklim investasi migas yang lebih baik karena anggaran pemerintah terbatas untuk mengembangkan sektor migas.