Industri Minyak di Indonesia pada menolak keras Peraturan Baru Dimaksudkan untuk insentif Investasi
Asosiasi Perminyakan Indonesia mengatakan bahwa peraturan baru tentang minyak dan gas akan mengurangi minat investor daripada memberikan insentif bagi mereka untuk berinvestasi.
IPA Wakil Presiden Sammy Hamzah mengatakan upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dalam industri minyak dan gas bisa menjadi salah penafsiran.
"Saya melihat ini sebagai disinsentif bagi investor minyak dan gas," katanya kepada Globe Jakarta, Selasa.
Peraturan tersebut bertujuan membersihkan pertanyaan-pertanyaan atas biaya cost recovery dalam industri dengan harapan meningkatkan investasi di sektor ini.
Ini mencakup tujuh item baru yang berkaitan dengan ekstraksi minyak dan gas bumi dan juga memperkenalkan pajak atas transfer kontrak.
Sammy mengatakan bahwa karena peraturan tersebut lebih kuat dari segi hukum dibanding kontrak-kontrak bisnis antara perusahaan minyak dan gas dan pemerintah (yang diwakili oleh Regulator Hulu minyak dan gas BPMigas), maka peraturan tersebut akan membatasi kewenangan BPMIGAS untuk memberikan insentif atau menegur perusahaan-perusahaan.
Sammy mengatakan kontrak yang ada cukup kuat untuk memberikan kepastian hukum kepada perusahaan.
"Saya pikir aturan mengenai cost recovery itu tidak terlalu diperlukan," katanya.
Ia juga mengkritik salah satu pasal dalam peraturan baru tersebut, yang diterbitkan pada bulan Desember, yang mengenakan pajak sebesar 5 persen dari nilai kontrak kepada perusahaan yang mentransfer kontrak kepada perusahaan lain selama tahap eksplorasi.
"Indonesia menderita dari eksplorasi yang lemah, aktivitas yang paling berisiko dalam bisnis. Bagaimana pemerintah mengenakan pajak ketika perusahaan mencoba untuk berbagi resiko?" tanya Sammy.
Pri Agung Rakhmanto, seorang analis energi dari Reforminer Institute, yakin bahwa rincian peraturan baru ini tidak akan membantu menarik lebih banyak investor di sektor minyak dan gas.