Penerapan Lean SCM Dukung Pencapaian Target Produksi Migas
Penyederhanaan manajemen rantai pasok atau yang juga disebut Lean Supply Chain Management (SCM) turut menjadi kunci bagi pencapaian target produksi migas. Itu dikarenakan proses produksi migas membutuhkan dukungan dari sektor-sektor penunjang lain. Terlebih, saat ini sektor hulu migas tengah menghadapi tantangan ganda berupa mengejar target produksi sekaligus menekan emisi gas rumah kaca.
Hal tersebut menjadi fokus pembahasan pada sesi Special Talk 2 bertema “Lean SCM Addressing the Dual Challenge: Meeting Indonesia’s Energy Needs while Mitigating the Risks of Climate Change” di pagelaran IPA Convention & Exhibition ke-46 hari kedua pada Kamis 22 September 2022.
Pentingnya Lean SCM dikemukakan oleh Kepala Divisi Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa SKK Migas Widi Santuso. Ia menyatakan penyederhanaan ini merupakan hasil evaluasi pada siklus manajemen rantai pasok, di mana tahapan-tahapan penyebab inefisiensi dieliminasi.
Berdasarkan data SKK Migas, efisiensi pengadaan barang dan jasa sektor hulu migas hingga Oktober 2020 mencapai US$ 346 juta. Efisiensi tersebut berasal dari empat aktivitas utama hulu migas, yakni pengeboran, pengapalan dan pengangkutan, pembangunan EPCI (Engineering, Procurement, Construction & Installation), dan pemeliharaan fasilitas produksi.
Dalam penerapannya, Lean SCM membutuhkan penyesuaian dari para stakeholder, baik dari pemerintah selaku pembuat kebijakan, maupun dari perusahaan-perusahaan migas. Terkait hal ini, Widi menyatakan bahwa ada tiga aspek penting dalam penerapan Lean SCM di Indonesia yakni regulasi, teknologi, dan budaya.
“Tentu kami secara day to day memonitor situasi dan regulasi relevan. Dalam konteks menghadapi 2030 (untuk mencapai target produksi dan net zero), kita mencoba mengajukan perubahan-perubahan,” ujar Widi.
Beberapa perubahan yang digagas SKK Migas antara lain peningkatan engangement SKK Migas dan stakeholder lainnya dalam merancang aturan main, mendorong fleksibilitas kebijakan, menetapkan formula harga migas, standarisasi aturan-aturan teknis, serta berusaha meningkatkan daya saing investasi Indonesia di mata investor.
“Untuk daya tarik pelaku usaha, kita akan memberikan kontrak jangka panjang, dan itu sedang diatur,” kata Widi.
Menambahkan Widi, Vice President of SCM and Bussiness Support of Petronas Indonesia Hendrayana Halim menuturkan ada tiga hal yang menjadi acuan Petronas dalam menerapkan Lean SCM, yakni standarisasi, digitalisasi, dan keberlanjutan.
Aspek standarisasi meliputi penentuan persyaratan bisnis hingga standar rancangan wellhead seperti penentuan standar kedalaman sumur tertentu pada eksplorasi. Hendra mengaku ini telah dipraktekkan Petronas di Meksiko, Suriname, dan Brazil.
Terkait digitalisasi, Petronas sejak 2015 mengembangkan PePS (Petronas e-Procurement System) yang merupakan format digital dari aturan pengadaan barang dan jasa. Digitalisasi lainnya dalah pengembangan sistem katalog terintegrasi dan digitalisasi invoicing.
Sementara untuk sustainability, Petronas berpedoman pada poin-poin SDGs yang selaras dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), kesempatan kerja yang setara, pengurangan limbah, serta penilaian risiko iklim.
“Manfaat yang bisa kita dapatkan adalah dari segi tenaga kerja, biaya, dan waktu. Selain itu kami juga berkontribusi bagi lingkungan,” terang Hendrayana.
Sejalan dengan Widi dan Hendrayana, Ketua Dewan Pimpinan Bidang Industri Guspenmigas Willem Siahaya menyatakan penerapan Lean SCM perlu memprioritaskan aspek kualitas dan kompetisi. Hal ini agar barang dan jasa yang diproduksi untuk mendukung aktivitas sektor hulu migas berkualitas terbaik.
“Lean SCM itu fokusnya pada competitiveness dan kualitas, kemudian produktivitas dan target. Yang lain-lain kita nomorduakan. Fokus lainnya adalah perbaikan terus-menerus disertai dengan implementasi upaya-upaya berkelanjutan,” kata Willem.