Kebingungan Masalah Cabotage Bisa Mengusir Investor Energi
Penerapan azas cabotage dapat merugikan Indonesia sebesar 200 juta barel produksi minyak dan USD 13 miliar lebih investasi, seorang pejabat dari Indonesian Petroleum Association mengatakan.
Sammy Hamzah, Wakil Presiden dari asosiasi yang anggotanya mewakili sekitar 90 persen dari produsen minyak dan gas di negara ini, mengatakan bahwa unit-unit lokal dari Chevron, ConocoPhillips, Total E&P Indonesie dan Exxon Mobil akan menderita jika pemerintah tetap menerapkan azas cabotage pada 7 Mei.
"Sebagian besar dari bisnis perusahaan tersebut adalah eksploitasi migas lepas pantai. Sebagian besar kegiatan menggunakan kapal khusus berbendera asing, "katanya pada hari Kamis setelah Rapat Dengar Pendapat DPR Komisi V, yang membawahi masalah transportasi.
Azas cabotage mengharuskan seluruh kapal laut yang beroperasi di perairan Indonesia untuk mendaftar sebagai kapal berbendera Indonesia. Rig minyak dan gas juga harus didaftarkan di sini karena Peraturan mengklasifikasikan mereka sebagai galangan kapal asing.
Sammy juga memperingatkan bahwa keharusan bagi rig untuk mendaftar di Indonesia akan melumpuhkan kemampuan perusahaan asing untuk mengeksplorasi sumur-sumur baru di lepas pantai. "Mereka akan membatalkan rencana investasi senilai $ 13 miliar selama tiga tahun," katanya.
Ada beberapa kapal berbendera asing yang disewa oleh perusahaan-perusahaan minyak internasional dengan kontrak kerja yang relatif pendek. Namun untuk terdaftar sebagai kapal Indonesia, mereka harus dimiliki oleh pihak lokal.
Pemerintah memproyeksikan sekitar USD 18,9 milliar investasi di industri minyak dan gas tahun ini, naik dari USD 11,95 miliar di tahun 2010.
"Sebaiknya diputuskan apakah UU ini akah direvisi atau tidak, dan apa yang harus kita lakukan selanjutnya,” himbau Sammy kepada legislator.
Pemaparan Sammy dilaksanakan sehari setelah pemaparan Ibu Evita Legowo, Direktur Jendral Minyak dan Gas dari Kementerian Energi, di hadapan komisi dan meminta untuk meninjau kembali UU.
Ibu Evita mengatakan bahwa negara dapat menderita kehilangan lebih dari USD 7 miliar dari produksi minyak dan gas jika UU tersebut diberlakukan, serta USD 188 juta dari aktivitas survey seismik dan USD 2,8 miliar dari rencana pengeboran.
Indonesia memberlakukan azas cabotage di tahun 2005, namun implementasinya mengalami penundaan selama beberapa tahun. Di revisi UU tahun 2008, Pemerintah mengatakan bahawa kapal-kapal berbendera asing dapat beroperasi di perairan Indonesia hingga 7 Mei tahun ini.
”Mei tinggal 2 bulan lagi. Kita harus cepat. Akan ada beberapa kapal khusus asing yang akan meninggalkan negara ini di bulan April,” kata Sammy.
Jonson W. Sutjipto, Ketua Indonesian National Shipowner’s Association, mengatakan bahwa perusahaan pelayaran domestik tidak dapat menyediakan kapal khusus yang diperlukan untuk operasi minyak dan gas, dan bahwa kapal tersebut jarang beroperasi di bawah bendera Indonesia.
Menurut IPA, 531 kapal digunakan oleh perusahaan minyak dan gas di seluruh Indonesia. Dan 12% diantaranya berbendera asing yang memainkan peranan penting dalam aktivitas sektor.
Anggota Komisi Muhidin Mogamad, seorang legislator dari Partai Golkar mengatakan bahwa anggota DPR akan memutuskan UU tersebut minggu depan.