Inpex Diminta Bersiap-siap untuk Menyuplai 1/3 Output Masela ke Pasar Domestik
Dalam suatu langkah yang dianggap kontroversial, Badan pengawas industri hulu migas BPMigas meminta perusahaan energi Jepang Inpex untuk menyisihkan lebih dari sepertiga total produksi proyek gas Masela untuk menyuplai pasar domestik mulai tahun 2018.
"Kami ingin meningkatkan penggunaan gas alam di dalam negeri, karena relatif lebih murah dan lebih bersih dibandingkan dengan minyak bumi," kata Hardiono, wakil kepala BPMigas, dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg di Jakarta pada hari Kamis.
Sementara pernyataan tersebut disambut baik oleh beberapa pihak, keputusan itu sempat dipertanyakan oleh Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) karena sebenarnya Inpex tidak diwajibkan untuk menyuplai kebutuhan lokal.
Indonesia, penyuplai gas terbesar ketiga dunia, mencoba untuk meningkatkan produksi dan penggunaan gas untuk menggantikan penurunan produksi minyak mentah, yang menyebabkan negeri ini meninggalkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di tahun 2008.
Hardiono mengatakan bahwa output dari proyek Masela di Laut Timor akan digunakan untuk memasok kilang gas alam cair di Aceh dengan 160 juta kaki kubik per hari, atau hampir 1,5 juta ton per tahun, mulai tahun 2018.
Kilang di Aceh bertujuan untuk menutupi kekurangan gas yang dihadapi oleh perusahaan pupuk PT Pupuk Iskandar Muda dan industri lain di kawasan itu.
Alfred P Menayang, Inpex External Affairs Manager, menolak untuk mengomentari masalah tersebut. Alfred mengatakan bahwa Inpex belum membahas alokasi pasokan gas domestik dengan regulator.
Suyitno Padmosukismo, IPA Executive Director, mengatakan bahwa karena Kontrak Bagi Hasil Inpex ditandatangani sebelum 2001, Inpex tidak dikenakan kewajiban apapun untuk pasar domestik.
"Jadi kita harus meminta penjelasan atas pernyataan BPMigas tersebut," katanya.
"Satu hal penting adalah keekonomian proyek tersebut, apakah harga gas domestik telah sesuai dengan investasi mereka."
Namun, Pri Agung Rakhmanto, seorang analis untuk Institut Reforminer, mengatakan bahwa BPMigas telah membuat keputusan yang tepat.
"Cadangan potensial dari Masela sangat besar, maka sebaiknya sebagian dialokasikan untuk pasar domestik," katanya. "Tidak seperti blok gas Donggi-Senoro yang memiliki cadangan terbatas, cadangan Masela yang lebih besar akan lebih baik bila sebagian dialokasikan untuk pasar domestik."
Kilang LNG Masela memiliki kapasitas sebesar 4,5 metrik ton per tahun. Inpex memiliki 90% saham dari proyek tersebut sedangkan sisanya dimiliki oleh PT Energi Mega Persada.
Menurut BPMigas, Inpex akan diminta untuk memasok gas ke terminal penerima di propinsi Aceh, kata Hardiono.
Selain dari proyek Masela, Inpex berencana untuk membangun terminal terapung lepas pantai senilai $19,6 milyar dengan kapasitas 4,5 juta ton untuk memproses output dari lapangan Abadi di Laut Timor.
Inpex telah merencanakan untuk menggunakan terminal baru, 200 km di selatan Pulau Saumlaki, Maluku, sebagai tempat penyimpanan gas dari lapangan Abadi di Laut Timor.
Inpex mengatakan bahwa lapangan Abadi, yang dijadwalkan untuk mulai berproduksi (gas alam) pada tahun 2016, memiliki cadangan sebesar 10 triliun kaki kubik.
Suplai untuk terminal penerima LNG di Jawa Barat dan Timur akan berasal dari Kilang Bontang, yang dioperasikan oleh perusahaan minyak negara PT Pertamina, Hardiono menambahkan.
Sementara itu, Hardiono mengatakan bahwa dengan mulai beroperasinya fasilitas penyimpanan LNG terapung di Jawa Barat tahun depan, pemerintah telah mengalokasikan 480 mmscfd atau setara dengan 3,7 metrik ton per tahun, dari Kilang LNG Bontang di Kalimantan Timur.
Kilang Bontang juga akan menyuplai fasilitas LNG yang rencananya akan dibangun di Jawa Timur dengan 1,8 metrik ton per tahun mulai tahun 2014, dan akan meningkat menjadi 480 mmscfd atau 3.7 metrik ton per tahun pada tahun 2015, ia menambahkan.